Kilasinformasi.com, Buleleng – Kabupaten Buleleng kembali bersiap mengukir prestasi budaya dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025, yang akan digelar mulai 21 Juni hingga 19 Juli mendatang. Tahun ini, panggung seni PKB akan menjadi ruang ekspresi bagi karya bertajuk “Agra Buwana Raksa”, sebuah pertunjukan kolaboratif yang sarat makna filosofis.
Dibawakan oleh Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Mpu Kuturan Singaraja di bawah panji Peed Aya Buleleng, garapan ini mengangkat filosofi Jagad Kerti, yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Tak sekadar pertunjukan, karya ini menjadi jembatan antara warisan leluhur dan kesadaran budaya masa kini.
Baca Juga, Kilasinformasi: Mengunjungi Wisata Religi Nyatnyono
“Agra Buwana Raksa” memiliki arti “penjaga peradaban hulu”, dan mengambil inspirasi dari kearifan lokal Desa Adat Pedawa. Dalam budaya masyarakat Pedawa, hulu tidak hanya berarti wilayah atas secara geografis, melainkan juga simbol asal-muasal kehidupan, tempat air mengalir, tempat hutan tumbuh, dan tempat nilai-nilai sakral dijaga dengan penuh kesadaran.
I Putu Ardiyasa, seniman di balik garapan ini, menjelaskan bahwa unsur-unsur budaya seperti Rumah Bandung Rangki, pohon aren, dan ritus adat Sabe Malunin dihadirkan dengan pendekatan teatrikal. Ritus tersebut menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebagai hasil dari hubungan harmonis manusia dengan alam dan Tuhan.
“Pedawa mengajarkan bagaimana kita merawat air, hutan, dan kehidupan spiritual dengan cinta dan tanggung jawab. Inilah bentuk nyata penjagaan terhadap hulu kehidupan,” ujar Ardiyasa pada Sabtu, Kemarin.
Baca Juga, Kilasinformasi: Indonesia-Tiongkok Sepakat Perkuat Sektor Pariwisata
Pertunjukan ini juga menampilkan bentuk lain dari kekayaan tradisi Buleleng, seperti Ngaben Medeng, yang divisualisasikan melalui simbol Kembang atau Bungandeng. Puncaknya adalah pementasan Sabe Malunin yang menegaskan kembali pesan penting tentang keseimbangan ekologis dan sosial dalam masyarakat adat Bali.
Melalui garapan ini, masyarakat diajak untuk kembali ke akar budaya, mengenali filosofi hidup yang diwariskan para leluhur, dan memahami bagaimana tradisi bisa menjadi solusi atas tantangan zaman modern, terutama terkait krisis ekologi dan degradasi sosial.
Tak hanya sekadar mempertunjukkan seni, penampilan Buleleng dalam PKB 2025 juga menegaskan perannya sebagai simpul peradaban lintas budaya di Bali Utara. Dari pelabuhan tua Pabean Menese, Klenteng Toyohawa, hingga pengaruh budaya Blambangan yang dibawa Panji Sakti ke Pegayaman, semua menunjukkan dinamika keberagaman yang mengakar dalam sejarah Buleleng.
Baca Juga, Kilasinformasi: Sosialisasi Pariwisata di Wisata Candi Banyunibo
Situs Pura Panca Sila di Kubutambahan menjadi bukti konkret bagaimana wilayah ini telah lama hidup berdampingan dengan pluralisme budaya dan agama. Identitas Buleleng sebagai “melting pot” budaya bukan sekadar cerita sejarah, tetapi juga refleksi dari semangat harmoni yang terus dijaga.
“Garapan ini bukan hanya panggung seni, tapi ajakan untuk belajar dan menyelami kearifan lokal yang bisa menginspirasi masa depan,” pungkas Ardiyasa.
Sumber: Infopublik.id