Kilasinformasi.com, Jakarta — Kementerian Agama (Kemenag) memperkuat komitmennya menghadirkan program keagamaan yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan. Upaya ini menjadi bagian dari kontribusi Kemenag dalam mewujudkan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, menegaskan bahwa peran agama harus lebih dari sekadar aspek spiritual. “Agama tidak boleh berhenti di tataran simbolik. Ia harus menjadi kekuatan sosial yang menghadirkan kemaslahatan nyata. Kontribusinya harus tangible, bukan hanya moral,” ujarnya dalam pembahasan capaian Asta Program Prioritas Kemenag di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Menurut Kamaruddin, arah baru Kemenag menempatkan agama sebagai fondasi pembangunan peradaban bangsa yang damai, berkeadilan, dan berkelanjutan. “Visi besar kita adalah menghadirkan masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas,” tambahnya di hadapan pejabat eselon I dan Tim Penasihat Menteri Agama.
Trilogi Kerukunan Baru dan Gerakan Ekoteologi
Salah satu inovasi yang tengah dikembangkan adalah Trilogi Kerukunan Baru—penyempurnaan dari konsep kerukunan klasik. Jika dulu kerukunan difokuskan pada antarumat, intraumat, dan hubungan agama dengan negara, kini konsepnya diperluas menjadi kerukunan dengan sesama manusia, dengan alam, dan dengan Tuhan.
“Trilogi kerukunan baru ini menjadi dasar gerakan ekoteologi, yaitu gerakan keagamaan yang mengintegrasikan nilai spiritual dengan tanggung jawab ekologis,” jelas Kamaruddin.
Implementasinya diwujudkan melalui berbagai program konkret, seperti gerakan menanam pohon bagi calon pengantin, program kampus hijau dan pesantren hijau, hingga penggunaan energi terbarukan di kantor-kantor Kemenag.
“Setiap tahun ada sekitar 1,5 juta pasangan menikah. Kalau dua-duanya menanam pohon, berarti ada tiga juta pohon baru per tahun. Itulah bentuk beragama yang menghadirkan maslahat ekologis,” tuturnya.
Pemberdayaan Ekonomi Umat dan Wakaf Produktif
Selain aspek lingkungan, Kemenag juga memperkuat dimensi pemberdayaan ekonomi umat melalui pengelolaan zakat, infak, dan wakaf produktif. Kamaruddin menyebut, potensi zakat nasional mencapai Rp427 triliun per tahun, namun baru Rp41 triliun yang terhimpun pada 2024.
“Tahun ini targetnya Rp51 triliun, dan dalam lima hingga tujuh tahun ke depan diharapkan bisa menembus Rp100 triliun per tahun,” paparnya.
Ia menekankan bahwa pengelolaan dana sosial keagamaan membutuhkan SDM profesional dan tata kelola yang transparan. “Kita butuh pengelola yang kompeten, bukan sekadar yang amanah,” tegasnya.
Kamaruddin juga menyoroti sekitar 8 persen tanah wakaf di Indonesia yang belum produktif akibat keterbatasan akses pembiayaan bagi pengelola (nazir). “Padahal dengan bantuan Rp200–300 juta saja, tanah itu bisa produktif dan menghasilkan,” ujarnya.
Untuk itu, Kemenag mendorong kerja sama dengan lembaga keuangan syariah agar wakaf menjadi bagian dari sistem pembiayaan nasional. “Kami ingin membuktikan bahwa pengelolaan wakaf yang produktif akan memperkuat ekonomi umat dan menunjukkan bahwa agama benar-benar membawa maslahat,” pungkas Kamaruddin.
sumber: Kemenag


