kilasinformasi.com, Jakarta — Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto, menegaskan bahwa penguatan pendidikan kependudukan melalui Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) merupakan langkah strategis dalam mencegah pernikahan usia anak dan menyiapkan generasi muda yang berkualitas.
Hal ini disampaikan Bonivasius dalam kegiatan Orientasi Sekolah Siaga Kependudukan Jenjang SMA yang digelar secara daring pada Jumat (31/10/2025). Acara tersebut diikuti oleh lebih dari 1.000 peserta dari kalangan guru, siswa SMA, Dinas Pendidikan, serta perwakilan BKKBN di seluruh Indonesia.
“Hari ini kita menghadapi persoalan kependudukan yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kalangan remaja. Masih tingginya angka pernikahan usia anak menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi,” ujar Bonivasius.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kelahiran remaja (ASFR) usia 15–19 tahun memang menunjukkan tren penurunan, namun secara nasional masih tergolong tinggi yakni 18 per 1.000 perempuan. Kondisi ini menandakan masih banyak remaja yang menikah di usia sekolah, yang berpotensi menurunkan tingkat pendidikan dan meningkatkan risiko sosial maupun kesehatan.
“Ketika usia 15–19 tahun sudah punya anak, peluang menyelesaikan pendidikan menjadi sangat kecil. Kondisi ini bisa berujung pada kemiskinan, KDRT, bahkan risiko kesehatan ibu dan bayi,” tambahnya.
Pendidikan Kependudukan di Sekolah
Bonivasius menjelaskan bahwa isu kependudukan tidak hanya terkait jumlah penduduk, tetapi juga kualitas sumber daya manusianya. Karena itu, pendidikan kependudukan perlu diintegrasikan dalam sistem pendidikan formal melalui program Sekolah Siaga Kependudukan (SSK), mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi.
Melalui SSK, peserta didik dibekali pemahaman tentang kesehatan reproduksi remaja, pembangunan keluarga, serta pentingnya perencanaan kehidupan. “Anak-anak tidak hanya tahu, tapi juga sadar dan paham bagaimana merencanakan masa depan dengan baik,” jelasnya.
Selain kegiatan intrakurikuler, SSK juga mengembangkan aktivitas pendukung seperti Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja, Pramuka Genre, serta Akademi Keluarga sebagai wadah pembentukan karakter dan komunikasi sebaya.
“SSK bukan sekadar formalitas akreditasi, melainkan gerakan moral untuk menjaga remaja agar tumbuh menjadi generasi yang kuat, sehat, dan berkarakter,” tegas Bonivasius.
Ia pun mengapresiasi sinergi antara Kemendukbangga dan Kemendikdasmen dalam memperluas implementasi SSK di seluruh Indonesia. Dukungan kepala sekolah, guru, dan penyuluh menjadi faktor penting agar nilai-nilai kependudukan benar-benar terinternalisasi dalam kegiatan belajar.
“Keterlibatan sekolah, guru, dan siswa menjadi kunci keberhasilan SSK. Kami siap mendampingi dan berkolaborasi agar gerakan ini berjalan berkelanjutan,” ujarnya.
Melalui penguatan Sekolah Siaga Kependudukan, pemerintah berharap remaja Indonesia tumbuh menjadi generasi produktif, sehat, dan bertanggung jawab, sekaligus menjadi fondasi kuat bagi pembangunan keluarga dan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Sumber: Info Publik


