Kilasinformasi.com, 24 Februari 2025 – Menjelang bulan suci Ramadhan, tradisi Nyadran kembali digelar di berbagai wilayah Yogyakarta, termasuk di Gangsiran Madurejo, Prambanan, Sleman. Tradisi ini sudah menjadi bagian dari warisan budaya yang dilestarikan oleh masyarakat setempat selama puluhan tahun. Pada tahun ini, ratusan warga Gangsiran Madurejo berkumpul untuk menyambut Ramadhan dengan penuh semangat, dengan acara puncaknya adalah berebut gunungan hasil bumi yang diarak keliling kampung.
Tradisi Nyadran Sebagai Wujud Syukur dan Doa Untuk Leluhur
Tradisi Nyadran di Gangsiran Madurejo diawali dengan kirab dua gunungan hasil bumi yang dibawa keliling kampung. Gunungan ini berisi berbagai hasil bumi yang melambangkan rasa syukur atas hasil panen yang diberikan Tuhan. Warga pun turut berpartisipasi dalam mengarak gunungan ini, mengiringi dengan doa dan harapan agar diberkahi di bulan Ramadhan.
Setelah kirab, acara berlanjut dengan ziarah ke makam para leluhur yang terletak di tepi jalan di Pedukuhan Gangsiran. Ziarah ini menjadi bagian penting dari tradisi Nyadran, di mana masyarakat berdoa untuk leluhur yang telah mendahului mereka, mendoakan agar mereka diberikan tempat yang baik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Baca Juga, Kilasinformasi : Wabup Sleman Dorong Pelestarian Budaya Lewat Kirab Budaya dan Nyadran di Padukuhan Beran Kidul
Wakil Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Gangsiran Madurejo, Nanang Roy, menegaskan bahwa kegiatan Nyadran ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi tradisi yang tak boleh dilupakan. Ia menyatakan, “Tradisi Nyadran ini sangat penting untuk menjaga kekompakan dan kerukunan antar warga. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan kesempatan bagi kami untuk mendoakan para leluhur yang telah meninggal dunia.”
Semangat Kebersamaan dan Kerukunan Warga
Salah satu yang paling menarik dari tradisi Nyadran adalah acara rebutan gunungan hasil bumi yang menjadi puncak dari seluruh rangkaian kegiatan. Gunungan yang berisi berbagai hasil bumi seperti sayuran, buah-buahan, dan padi, menjadi simbol rezeki yang dibagikan kepada masyarakat. Setiap warga yang berebut gunungan diyakini akan mendapatkan berkah dan kemudahan dalam menjalani kehidupan.

Nanang Roy berharap bahwa tradisi ini dapat menciptakan kerukunan yang lebih erat antarwarga Gangsiran Madurejo. “Yang utama adalah kita bisa hidup guyub dan rukun. Dengan adanya kegiatan seperti ini, kita bisa saling berbagi kebahagiaan dan menjalani bulan suci Ramadhan dengan penuh berkah,” ujar Nanang.
Salah seorang warga, Sumiyati, mengungkapkan kegembiraannya dalam mengikuti tradisi ini. “Saya senang bisa berkumpul bersama warga lain dan ikut dalam acara makan bersama. Ini adalah tradisi yang sangat baik karena selain berkumpul, kita juga bisa mendoakan leluhur yang telah meninggal,” tuturnya.
Baca Juga, Kilasinformasi : Wabup Sleman Dorong Pelestarian Budaya Lewat Kirab Budaya dan Nyadran di Padukuhan Beran Kidul
Selain itu, setelah acara kirab dan ziarah makam, rangkaian acara Nyadran ditutup dengan tahlilan dan doa bersama. Warga juga saling berdoa agar diberkahi kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan rezeki yang berlimpah. Acara ini diakhiri dengan rebutan gunungan yang menjadi simbol dari kebersamaan dan rasa syukur warga terhadap Tuhan.
Menghidupkan Kembali Tradisi Lokal dalam Menyambut Ramadhan
Tradisi Nyadran di Gangsiran Madurejo ini menjadi bukti kuat bahwa budaya lokal di Sleman tetap terjaga dengan baik. Setiap tahun, warga setempat antusias mengikuti rangkaian acara ini, yang bukan hanya sebagai ajang mempererat hubungan sosial, tetapi juga sebagai bentuk syukur atas berkat yang diberikan Tuhan.
Dengan adanya kegiatan ini, warga Gangsiran Madurejo berharap dapat terus menjaga warisan budaya dan meneruskannya kepada generasi berikutnya. Tradisi Nyadran juga menjadi momen untuk mengingatkan warga akan pentingnya kebersamaan dan saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari.