Gabungnya Indonesia ke dalam BRICS bukan berarti menutup diri dari negara Barat. Pemerintah menegaskan, langkah ini demi memperluas kerja sama ekonomi strategis, tanpa meninggalkan mitra tradisional.
Kilasinformasi.com, Jakarta – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam kelompok ekonomi BRICS tidak berarti Indonesia bersikap anti-Barat.
Pernyataan itu disampaikan Havas dalam keterangan resminya pada Sabtu (19/7/2025), menanggapi kekhawatiran bahwa kemitraan Indonesia dengan negara-negara BRICS ( seperti India, China, Rusia, dan Iran ) bisa memengaruhi hubungan dengan negara Barat.
“India sebagai salah satu pendiri BRICS bahkan mengirim menlu-nya menghadiri pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS. India juga anggota Quad bersama Jepang, Australia, dan Amerika Serikat,” jelas Havas.
Apa keuntungan Indonesia? Salah satu manfaat utama, menurut Havas, adalah peluang untuk mendiskusikan standar minyak nabati yang lebih adil dan berkelanjutan di tingkat global. Ia menyoroti bahwa Eropa selama ini menetapkan standar mereka sendiri, sedangkan Indonesia melalui BRICS dapat memperjuangkan standar baru yang lebih inklusif.
Lebih lanjut, Havas mengungkapkan BRICS juga baru-baru ini menggelar pertemuan penting tentang critical raw minerals atau mineral bahan baku kritis. Pertemuan ini membahas tantangan negara berkembang dalam mengelola sumber daya alam secara mandiri tanpa bergantung penuh pada investasi asing.
“Banyak negara bertanya kepada Indonesia soal hilirisasi, serta bagaimana menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi, tanggung jawab sosial, dan lingkungan,” tambah Havas.
Langkah Indonesia bergabung dengan BRICS, menurut Wamenlu, lebih pada penguatan posisi global dalam rantai pasok strategis, bukan politik aliansi yang eksklusif.
Sumber: Infopublik.id


