Lulusan Ph.D dari Belanda, Fendi Adiatmono, memilih pulang kampung ke Samigaluh, Kulon Progo. Ia membawa inovasi batu bata interlock yang lebih ramah lingkungan dan efisien, menjadi harapan baru bagi pembangunan desa yang berkelanjutan.
KULON PROGO – Di tengah arus globalisasi dan derasnya urbanisasi, langkah Fendi Adiatmono justru berbalik arah. Pria bergelar Ph.D dari universitas ternama di Leiden, Belanda ini memilih kembali ke desa kelahirannya di Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Bukan tanpa alasan, ia datang membawa solusi inovatif: Batu Bata Interlock ramah lingkungan.
Setelah menimba ilmu dan berkarier di luar negeri, Fendi memilih kembali ke desa kelahirannya dengan sikap rendah hati dan figur yang sederhana. Ia aktif sebagai Dewan Pembina Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) DPD Kulon Progo, berperan aktif dalam membangun komunitas dan mendorong pengembangan usaha lokal.
Baca Juga, Kilasinformasi: Keren! Pelajar Batang Tampil Perdana di Lomba Krenova 2025 dengan Inovasi Ramah Lingkungan
Salah satu karya inovatifnya adalah pengembangan Batu Bata Interlock dengan metode pengerasan menggunakan sinar matahari, bukan pembakaran pada suhu tinggi seperti pada umumnya.
Batu bata ini memiliki kekuatan tekan (compressive strength) yang setara dengan batu bata interlock yang dibakar pada suhu 800°C, namun dengan biaya produksi yang jauh lebih efisien karena mengurangi kebutuhan energi dan operasional.
Inovasi ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga membuka peluang bagi pembangunan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan di wilayah pedesaan.
Batu Bata Interlock adalah solusi konstruksi modern yang semakin diminati karena bentuknya yang saling mengunci, sehingga mengurangi penggunaan semen dan mempercepat proses pembangunan.
Selain itu, bata ini memiliki daya tahan tinggi terhadap gempa, isolasi suara yang baik, dan mampu menjaga suhu ruangan tetap sejuk, sangat sesuai dengan iklim tropis Yogyakarta. Dengan biaya produksi yang ditekan seminimal mungkin, produk Fendi berpotensi besar untuk meningkatkan kualitas hunian masyarakat tanpa membebani ekonomi mereka.
Dalam sebuah wawancara mendalam, Fendi menyampaikan filosofi hidupnya yang berlandaskan ajaran Islam, mengutip hadis riwayat Thabrani: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Prinsip inilah yang menjadi motivasi utama dalam setiap langkahnya, baik dalam riset maupun pengabdian masyarakat.
Meski berstrata 3 dari universitas terkemuka, Fendi enggan menggunakan gelar tersebut dalam pergaulan sehari-hari, mencerminkan kerendahan hati dan kesederhanaannya. Keputusan meninggalkan karier di luar negeri dan memilih hidup di pedesaan menunjukkan komitmen kuatnya untuk membawa perubahan positif secara langsung di tanah kelahirannya.
Baca Juga, Kilasinformasi: Siswa MAN 1 Medan Raih Medali Perak di WYIE 2025 Malaysia Berkat Inovasi Alat Pemantau Udara
Dengan semangat inovasi dan pengabdian, Adiatmono (nama panggilan untuk orang Eropa) menjadi teladan bagi generasi muda Kulon Progo dan Yogyakarta pada umumnya.
Usaha pengembangan Batu Bata Interlock yang ramah lingkungan dan ekonomis ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur yang berkualitas, sekaligus memberdayakan masyarakat lokal secara berkelanjutan. (Adhi Karnanta Hidayat)


