Anggaran subsidi dan bansos nasional dinilai rawan salah sasaran hingga mencapai Rp500 triliun setiap tahun. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mulai menguji model penargetan baru berbasis digital di Banyuwangi.
Kilasinformasi.com, Banyuwangi – Pemerintah menegaskan perlunya reformasi besar-besaran dalam sistem subsidi dan bantuan sosial (bansos) nasional. Selama ini, lebih dari Rp500 triliun anggaran negara untuk bansos, subsidi energi, hingga pupuk dinilai salah sasaran.
Hal tersebut disampaikan Principal Govtech Expert Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Rahmat Danu Andika, saat Sosialisasi Umum Pelaksanaan Pilot Project Digitalisasi Bantuan Sosial di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (17/9/2025). Menurutnya, kebocoran subsidi bukan hanya akibat praktik korupsi, melainkan kelemahan sistem penyaluran. “Subsidi dan bansos yang seharusnya untuk orang miskin justru banyak dinikmati kelompok yang tidak miskin,” ujarnya.
Rahmat mencontohkan subsidi LPG 3 kilogram yang semestinya hanya untuk rumah tangga miskin, namun kenyataannya banyak dipakai oleh rumah tangga menengah hingga kos-kosan perkotaan. Pertamina bahkan mengakui, lebih dari 90 persen penyaluran LPG bersubsidi justru dinikmati masyarakat non-miskin. Kondisi serupa juga terjadi pada subsidi BBM hingga pupuk, di mana tanpa mekanisme identifikasi yang jelas, pemerintah kesulitan memastikan siapa penerima yang benar-benar berhak.
Lewat pilot project di Banyuwangi, pemerintah menguji model baru yang memungkinkan warga mendaftar secara mandiri sebagai penerima bansos. Data pendaftar kemudian diverifikasi melalui basis data kependudukan serta informasi sosial-ekonomi lainnya. Cara ini dinilai lebih adaptif terhadap dinamika masyarakat. “Ada keluarga yang bulan ini miskin karena kehilangan pekerjaan, bulan depan membaik karena mendapat penghasilan. Sistem sekarang tidak mampu menangkap dinamika ini,” jelas Rahmat.
Ia juga mengungkapkan bahwa Presiden mendorong pemerintah berani mengakui kelemahan sistem lama dan berinovasi. “Pesannya jelas: lakukan apa yang perlu untuk memperbaiki keadaan. Kalau cara lama salah sasaran, kita harus mencari formula baru yang lebih tepat,” kata Rahmat.
Jika berhasil, model digitalisasi ini tidak hanya dipakai untuk bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH), tetapi juga subsidi energi, pangan, hingga program perlindungan sosial lainnya. Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, terutama poin penghapusan kemiskinan absolut serta pemantapan reformasi politik, hukum, dan birokrasi. Reformasi penyaluran bansos berbasis digital diharapkan memperkuat transparansi sekaligus meningkatkan legitimasi program pemerintah di mata masyarakat.
“Kalau berhasil, kita bisa punya daftar nama dan nomor induk kependudukan penerima yang jelas. Itu bukan hanya soal efisiensi anggaran, tapi juga keadilan sosial,” pungkas Rahmat.
sumber: Infopublik.id


