Putusan Mahkamah Konstitusi tentang jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah sedang jadi perhatian. Kemendagri langsung bergerak mendalami dampaknya dan menyiapkan skema baru penyelenggaraan pemilu yang efisien dan efektif.
Kilasinformasi.com, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar, menyampaikan bahwa pihaknya segera mengkaji secara menyeluruh dampak dari putusan tersebut, termasuk dari aspek hukum, teknis pelaksanaan, dan pembiayaan.
Baca Juga, Kilasinformasi: Mentan Amran Rapat Maraton Akhir Pekan, Genjot Swasembada Gula dan Hilirisasi Perkebunan
“Kami akan meminta masukan dari para pakar dan membahasnya di internal pemerintah, termasuk potensi perubahan terhadap regulasi seperti UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Pemerintahan Daerah,” kata Bahtiar dalam keterangannya, Sabtu (28/6/2025).
Kemendagri juga akan membangun komunikasi intensif dengan penyelenggara pemilu, DPR, dan kementerian/lembaga terkait agar penyusunan skema baru pemilu berjalan terarah.
Putusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (26/6/2025), menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. MK memutuskan bahwa pemilu nasional (DPR, DPD, presiden/wapres) dan pemilu daerah (DPRD, kepala daerah) harus dilakukan secara terpisah dengan jeda waktu tertentu setelah pelantikan pejabat pusat.
Putusan ini dikabulkan sebagian dari permohonan Perludem, yang diajukan oleh Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti.
Baca Juga, Kilasinformasi: Internet Masuk Sekolah Rakyat, Komdigi Pastikan Anak Muda Tak Tertinggal Digital
Menurut Bahtiar, perubahan jadwal pemilu ini akan memengaruhi banyak aspek, mulai dari efisiensi logistik, koordinasi penyelenggara, hingga pola pembiayaan.
“Kemendagri bersama instansi terkait akan menyusun skema pemilu nasional dan daerah yang tetap efisien, inklusif, dan memenuhi prinsip demokrasi,” tegasnya.
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari penyesuaian sistem ketatanegaraan pascaputusan MK, dengan tujuan menciptakan penyelenggaraan pemilu yang lebih tertata, berkelanjutan, dan tidak membebani sistem pemerintahan serta masyarakat.
Sumber: Infopublik.id


