SLEMAN, KILASINFORMASI — Monumen Jogja Kembali (Monjali) berubah menjadi panggung cahaya dan sejarah pada malam puncak pertunjukan Kirana Viramantra, Senin (10/11/2025). Festival seni media baru ini menghadirkan kolaborasi video mapping, instalasi cahaya, dan drama musikal yang dirancang untuk memaknai Hari Pahlawan secara kreatif dan relevan bagi generasi masa kini.
Kegiatan tersebut digelar oleh Kementerian Kebudayaan RI bekerja sama dengan Monjali dan Fayafla sebagai ruang ekspresi baru yang menggabungkan teknologi dan nilai perjuangan.
Pertunjukan utama menghadirkan video mapping karya Mantradisi serta drama musikal berbasis macapat bertajuk “Goro-Goro Diponegoro” oleh Sanggar Kinanti Sekar. Kolaborasi ini memadukan elemen visual modern dengan narasi perjuangan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825–1830), disajikan melalui tembang-tembang macapat seperti maskumambang, durma, mijil, kinanti, gambuh, megatruh, dan dhandhanggula.
Acara turut dihadiri oleh Direktur Pengembangan Digital Kementerian Kebudayaan RI Andi Syamsu Rijal, Sekretaris Dinas Kebudayaan Sleman Arif Wibowo, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti, serta perwakilan museum dari DIY dan Sleman.
Kepala Museum Monjali Yudi Pranowo menjelaskan bahwa Kirana Viramantra menjadi puncak rangkaian kegiatan budaya yang bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.
“Kirana Viramantra berarti melangitkan doa untuk pahlawan melalui cahaya. Kolaborasi seniman dengan teknologi masa kini diharapkan mampu menarik generasi muda agar semakin dekat dengan museum,” ujarnya.
Pementasan di halaman Monjali menampilkan tata cahaya megah dan proyeksi visual yang menyatu dengan arsitektur museum, menghasilkan suasana reflektif namun tetap memukau.
Sekretaris Dinas Kebudayaan Sleman Arif Wibowo menyebut Kirana Viramantra sebagai ruang kreatif baru untuk menghidupkan narasi kebangsaan.
“Kirana berarti cahaya, Viramantra berarti kekuatan spiritual doa. Jika dipadukan, keduanya menjadi semangat kreativitas dan kebersamaan. Teknologi digital bukan ancaman, melainkan peluang untuk menyalakan kembali semangat zaman,” jelasnya.
Menurut Arif, perpaduan sejarah, seni, dan teknologi dalam pagelaran ini menunjukkan kreativitas keindonesiaan yang mampu menyatukan masa lalu dan masa kini.
Sementara itu, Andi Syamsu Rijal mengapresiasi kerja keras para seniman, kreator cahaya, dan seluruh tim yang terlibat.
“Kemerdekaan adalah hasil kebersamaan dan pengorbanan. Sejarah bukan masa lalu yang usang, melainkan panduan untuk masa depan,” ujarnya.
Selain pertunjukan utama, pengunjung dapat menjelajahi instalasi cahaya yang tersebar di berbagai sisi Monjali, mulai dari karya Paguyuban Gegerboyo di area timur, Roby Setiawan di sisi barat, hingga instalasi Fayafla di bagian dalam museum.
Pagelaran Kirana Viramantra membuktikan bahwa warisan sejarah dan teknologi digital dapat berpadu dalam satu panggung yang indah, menghidupkan kembali semangat kepahlawanan lewat cahaya, doa, dan kreativitas.
Sumber : InfoPublik


