KKP tegaskan ikan hasil destructive fishing tidak layak konsumsi. Uji forensik tunjukkan kerusakan fisik parah dan risiko bagi kesehatan konsumen.
Kilasinformasi.com, Jakarta, – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menegaskan sikap tegas terhadap praktik destructive fishing, terutama penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan. Selain merusak ekosistem laut, cara ini terbukti menghasilkan ikan yang tidak layak konsumsi dan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (Badan Mutu KKP), Ishartini, pada Jumat Kemarin di Jakarta. Menurutnya, uji forensik terhadap sejumlah sampel ikan hasil tangkapan destruktif menunjukkan kerusakan yang parah pada fisik dan organ dalam ikan.
Baca Juga, Kilasinformasi: KKP Luncurkan Aplikasi “Siap Mutu”, Permudah Proses Ekspor Produk Perikanan Indonesia
Dalam paparannya, Ishartini menyebutkan bahwa ikan-ikan yang ditangkap menggunakan bahan peledak mengalami kerusakan sistemik. Misalnya, pada empat ekor ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang dijadikan sampel, ditemukan pembuluh darah pecah, organ dalam rusak, tulang rusuk hancur, dan tulang punggung patah. Bahkan dagingnya pun menjadi sangat lunak dan mudah hancur.
Hal serupa juga terlihat pada ikan kakap gaga (Lutjanus rivulatus) seberat 1,48 kg. Ikan ini mengalami pendarahan pada rongga perut dan kerusakan fatal pada organ dalam. Tak hanya itu, spesies lain seperti ikan pisang-pisang (Pterocaesio diagramma), ikan ekor kuning (Caesio cuning), dan ikan kakap lodi (Kyphosus vaigiensis) menunjukkan gejala yang sama: tulang patah, pembuluh darah pecah, dan daging lunak.
“Bayangkan, bagaimana mungkin ikan dengan kondisi tubuh rusak parah seperti ini masih layak dikonsumsi?” tegas Ishartini. “Masyarakat punya hak untuk mengonsumsi produk perikanan yang sehat dan bermutu, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.” tambahnya.
Baca Juga, Kilasinformasi: KKP Dorong Perlindungan Ekosistem Laut dan Pesisir di Luar Kawasan Konservasi
Kerusakan fisik ini tidak hanya menandakan rendahnya kualitas gizi ikan, tetapi juga meningkatkan risiko kontaminasi dan membahayakan kesehatan konsumen. Menurut Ishartini, penggunaan bahan peledak menyebabkan trauma hebat pada tubuh ikan yang tidak terlihat dari luar, tapi berdampak langsung saat dikonsumsi.
Tak hanya soal kesehatan, destructive fishing juga menimbulkan kerusakan ekosistem yang masif. Ledakan di laut menghancurkan terumbu karang dan mengganggu keseimbangan rantai makanan laut. Dalam jangka panjang, hal ini mengancam keberlanjutan sumber daya laut Indonesia.
KKP memastikan bahwa hasil uji forensik ini akan digunakan sebagai alat bukti penting dalam proses hukum. Para pelaku destructive fishing diharapkan mendapat efek jera melalui pengadilan. Ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang meminta seluruh jajaran KKP untuk fokus meningkatkan mutu hasil kelautan melalui pendekatan ekonomi biru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Uji laboratorium ini bukan hanya untuk edukasi, tapi juga jadi senjata dalam penegakan hukum,” ujar Ishartini.
Baca Juga, Kilasinformasi : Sahur Bersama Nelayan, KKP Pastikan Pasokan Ikan Aman Jelang Idul Fitri 2025
Menteri Trenggono sendiri terus mendorong penguatan tata kelola perikanan nasional dengan menitikberatkan pada keseimbangan antara ekologi dan ekonomi. Ia percaya bahwa kualitas hasil tangkapan akan berdampak langsung pada daya saing sektor kelautan dan keberlanjutan pangan nasional.
Upaya ini mencerminkan visi jangka panjang Indonesia untuk menjadi negara maritim yang kuat, tanpa mengorbankan ekosistem laut. Penindakan terhadap destructive fishing hanyalah satu bagian dari rangkaian langkah strategis menuju perikanan yang berdaulat, berkelanjutan, dan sehat.
Sumber: KKP