Gema kidung Jawa dan gunungan hasil bumi warnai Misa Sura perdana di Gereja Santo Yusup Batang. Umat Katolik merayakan Satu Sura dengan khidmat dalam nuansa adat Jawa yang kental.
Kilasinformasi.com,BATANG – Menjelang malam pergantian Tahun Baru Jawa 1959, umat Gereja Katolik Santo Yusup Batang menggelar Malam Tirakatan yang dikemas dalam Misa Sura, Rabu (25/6/2025). Misa istimewa ini diwarnai nuansa adat Jawa, mulai dari penggunaan bahasa, kidung pujian, hingga hadirnya gunungan hasil bumi sebagai simbol rasa syukur.
Baca Juga, Kilasinformasi: Bupati Batang Hadiahi Motor untuk Desa Tercepat Bayar PBB: Bentuk Apresiasi dan Dorongan Pembangunan
Dipimpin oleh Romo Paskalis Tejo Wibowo, seluruh rangkaian ibadah menggunakan bahasa Jawa. “Misa berbahasa Jawa bukan hal baru. Di Gereja Stasi Santa Maria Simbang, hal ini rutin dilakukan tiap minggu ketiga,” jelas Romo Tejo usai memimpin Misa.

Dalam Misa Sura ini, gunungan sayuran menjadi simbol rasa syukur atas hasil bumi, sejalan dengan pesan Paus Fransiskus tentang bumi sebagai rumah bersama yang memberi kehidupan. Tradisi Jawa juga diadaptasi dalam bentuk pemberkatan salib, yang disebut sebagai “jamasan”, layaknya upacara pencucian keris pusaka dalam budaya Jawa.
“Kalau masyarakat Jawa menjamas keris setahun sekali, kami menjamas Salib Kristus dengan air suci agar cahaya kemuliaan Allah semakin terpancar bagi penghuni rumah,” terang Romo Tejo.
Pakaian adat pun turut dikenakan jemaat. Beskap, blangkon, kebaya, dan kain batik dikenakan sebagai bentuk pelestarian budaya. Jemaat Antonius Cipto Hartono menyatakan, ini adalah cara untuk menghormati tradisi Jawa di tengah perayaan iman.
Baca Juga, Kilasinformasi: Bupati Batang Tegas: Kafe dan Karaoke di Pantai Sigandu Akan Dibongkar
“Ini bentuk nguri-uri budaya. Misa berbahasa Jawa masih bisa diikuti, tapi anak muda perlu lebih terbiasa lagi,” ujarnya.
Sementara istrinya, Imelda, merasa haru dengan simbolisasi “jamasan” salib. “Kalau dulu orang tua kami menjamas keris sebagai piandel, sekarang kami punya andel-andel Salib Kristus yang dijamas,” ungkapnya.
Romo Tejo memastikan, Misa Sura akan digelar setiap tahun sebagai bagian dari inkulturisasi budaya dan perwujudan kebhinekaan umat. “Gereja ini tempat bernaung umat dari berbagai latar belakang , Jawa, Tionghoa, Batak, dan lainnya. Semua bisa merayakan iman dalam semangat budaya,” pungkasnya.(AS Saeful Husna Kabiro Batang)


