Kilasinformasi.com. Batang – Gamelan menggema lembut di halaman SMPN 4 Batang, mengiringi suara sinden dan pertunjukan ketoprak yang menyulap suasana sekolah menjadi panggung budaya Jawa nan megah. Inilah wajah Festival Gelar Budaya ke-3 tahun 2025, sebuah wujud nyata dari komitmen SMPN 4 Batang dalam melestarikan seni dan budaya lokal.
Festival tahunan ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan bagian integral dari kurikulum dan karakter pendidikan di sekolah tersebut. Diperuntukkan sebagai ujian praktik mata pelajaran seni budaya untuk siswa kelas 9, kegiatan ini mewajibkan seluruh siswa terlibat aktif mulai dari proses kreatif hingga pelaksanaan pentas.
baca Juga, Kilasinformasi: Disperpuska Batang Dorong Budaya Literasi Lewat Strategi Membaca Nyaring
Kepala SMPN 4 Batang, Sri Mulyatno, menuturkan bahwa festival ini telah menjadi bagian penting dalam membentuk karakter siswa sekaligus mengenalkan nilai-nilai kearifan lokal.
“Setiap kelas menampilkan cerita berbeda selama sekitar 40 menit. Semua proses, mulai dari penulisan naskah, pemilihan tokoh, hingga latihan gamelan dan peran sinden, dilakukan oleh siswa sendiri. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator,” ujarnya.
Dengan total tujuh kelas berpartisipasi, masing-masing menampilkan pentas yang menggabungkan seni ketoprak, musik gamelan, dan sinden. Sekitar 14 siswa berperan sebagai penabuh gamelan, dan empat hingga lima lainnya menjadi sinden. Lebih istimewa lagi, seluruh pertunjukan menggunakan Bahasa Jawa, termasuk pranatacara (pembawa acara) yang berasal dari siswa kelas 7 dan 8.

Festival ini juga menjadi gambaran sinergi antara pihak sekolah, siswa, orang tua, dan komite sekolah. Keterlibatan orang tua bahkan menjadi elemen kunci dalam suksesnya penyelenggaraan acara, mengingat terbatasnya anggaran operasional sekolah.
“Kegiatan ini sekaligus menjadi bagian dari upaya kami mewujudkan sekolah ramah anak. Semua pihak terlibat dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Kami ingin menanamkan kecintaan terhadap budaya sejak dini,” imbuh Sri Mulyatno.
Model pembelajaran seperti ini tak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik siswa—mendorong mereka untuk mengenal identitas budaya secara mendalam sekaligus mengasah keterampilan sosial dan kolaboratif.

Wakil Bupati Batang, Suyono, yang hadir langsung dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasinya terhadap SMPN 4 Batang. Menurutnya, di tengah gempuran budaya asing yang begitu mudah diakses melalui gadget, langkah sekolah ini patut menjadi contoh.
“Anak-anak sekarang lebih kenal budaya luar daripada budaya sendiri. Jika tidak kita rawat, warisan budaya bisa tergerus. Apa yang dilakukan SMPN 4 Batang ini luar biasa dan patut didukung penuh oleh Disdikbud dan Pemkab,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas seniman atau akademisi, tetapi tanggung jawab kolektif, termasuk institusi pendidikan.
Pemkab Batang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dewan Kesenian Daerah juga menyatakan komitmennya untuk terus mendukung gerakan pelestarian budaya seperti yang dijalankan SMPN 4 Batang. Kegiatan ini dinilai sebagai bentuk edukasi transformatif yang selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal dan penguatan karakter bangsa.

Di tengah arus globalisasi dan derasnya pengaruh media digital, SMPN 4 Batang tampil sebagai benteng budaya. Festival Gelar Budaya bukan hanya menunjukkan kemampuan siswa dalam berkesenian, tetapi juga memperlihatkan semangat kolektif dalam menjaga identitas dan warisan nenek moyang.
Dengan semangat kebersamaan dan kecintaan pada budaya, SMPN 4 Batang bukan sekadar sekolah biasa. Ia telah menjadi simbol perjuangan untuk mempertahankan jati diri bangsa di tengah gelombang perubahan zaman. (AS Saeful Husna kabiro Batang)